Pengertian Ekspor dan Impor
Ekspor adalah
suatu kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain, sedangkan impor adalah kegiatan membeli barang atau jasa dari
negara lain. kegiatan itu akan
menghasilkan devisa bagi negara. Pengertian Devisa itu sendiri adalah kegiatan yang merupakan masuknya
uang asing kenegara kita, yang dapat digunakan untuk membayar pembelian atas
impor dan jasa dari luar negeri.
Kegiatan impor dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan rakyat. Produk impor merupakan barang-barang yang tidak
dapat dihasilkan atau negara yang sudah dapat dihasilkan, tetapi tidak dapat
mencukupi kebutuhan rakyat.Walaupun ekspor dapat memberikan kontribusi yang
sangat besar bagi kemajuan perekonomian suatu negara
namun impor juga memegang peranan yang penting
bagi pembangunan ekonomi suatu negara. Kebijakan
impor di Negara kita dilakukan karena Indonesia belum dapat memproduksi semua
kebutuhan sendiri. Dengan adanya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan ini maka
Indonesia harus melakukan hubungan dengan luar negeri melalui perdagangan internasional.
Dalam
sektor perdagangan internasional, kebanyakan orang cenderung mengatakan bahwa
ekspor lebih penting daripada impor. Tetapi teori mengatakan berbeda.
Dalam
teori ekonomi internasional, dikatakan bahwa impor lebih penting
daripada
ekspor, karena kebutuhan dalam negeri sebuah Negara tidak dapat dipenuhi hanya
dari negaranya sendiri tetapi terkadang membutuhkan bantuan dari negara lain.
Logikanya, negara tersebut harus menghasilkan devisa untuk membayar impornya.
Salah satu fungsi dari ekspor adalah untuk membiayai impor. Jadi, secara
alamiah impor lebih penting daripada ekspor. Dalam
analisis impor, lebih banyak perhatian diarahkan untuk menganalisis impor
induced (mY), pengeluaran impor di mana sumber pembiayaannya berasal dari
pendapatan nasional, daripada impor autonomous (Mo), pengeluaran impor di mana
sumber pembiayaannya tidak berasal dari pendapatan nasional. Sehingga, mereka
cenderung untuk menyarankan bahwa cara untuk mengatasi permasalahan impor
adalah melalui pengontrolan pendapatan nasional.
1.
Perkembangan Ekspor dan Impor
Indonesia
Sejak tahun 1987 ekspor Indonesia mulai didominasi oleh komoditi non migas dimana pada tahun-tahun sebelumnya masih didominasi oleh ekspor migas. Pergeseran ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor, sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspot non migas. Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,88% dari total nilai ekspor Indonesia, sementara pada tahun 1999 peran nilai ekspor non migas tersebut sedikit menurun, menjadi 79,88% atau nilainya 38.873,2 juta US$ (turun 5,13%). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang melanda indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Tahun 2000 terjadi peningkatan ekspor yang pesat, baik untuk total maupun tanpa migas, yaitu menjadi 62.124,0 juta US$ (27,66) untuk total ekspor dan 47.757,4 juta US$ (22,85%) untuk non migas. Namun peningkatan tersebut tidak berlanjut ditahun berikutnya. Pada tahun 2001 total ekspor hanya sebesar 56.320,9 juta US$ (menurun 9,34%), demikian juga untuk eskpor non migas yang menurun 8,53%. Di tahun 2003 ekspor mengalami peningkatan menjadi 61.058,2 juta US$ atau naik 6,82% banding eskpor tahun 2002 yang sebesar 57.158,8 juta US$. Hal yang sama terjadi pada ekspor non migas yang naik 5,24% menjadi 47.406,8 juta US$. Tahun 2004 ekspor kembali mengalami peningkatan menjadi 71.584,6 juta US$ (naik 17,24%).Demikian juga ekspor non migas naik 18,0% menjadi 55.939,3 juta US$. Pada tahun 2006 nilai ekspor menembus angka 100 juta US$ menjadi 100.798,6 juta US$ atau naik 17,67%, begitu juga dengan ekspor non migas yang naik 19,81% dibandingkan tahun 2005 menjadi 79.589,1 juta US$.Selama lima tahun terakhir, nilai impor Indonesia menunjukkan trend meningkat rata-rata sebesar 45.826,1 juta US$ per tahun. Pada tahun 2006, total impor tercatat sebesar 61.065,5 juta US$ atau meningkat sebesar 3.364,6 juta US$ (5,83%) dibandingkan tahun 2005. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya impor migas sebesar 1.505,2 juta US$ (8,62%) menjadi 18.962,9 juta US$ dan non migas sebesar 1.859,4 juta US$ (4,62%) menjadi 42.102,6 juta US$. Pada periode yang sama, peningkatan impor terbesar 54,15% dan non migas sebesar 39,51%.
Dilihat dari kontribusinya, rata-rata peranan impor migas terhadap total impor selama lima tahun terakhir mencapai 26,15% dan non migas sebesar 73.85% per tahun. Dibandingkan tahun sebelumnya, peranan impor migas meningkat dari 30,26% menjadi 31,05% di tahun 2006. Sedangkan peranan impor non migas menurun dari 69,74% menjadi 68,95%
Sejak tahun 1987 ekspor Indonesia mulai didominasi oleh komoditi non migas dimana pada tahun-tahun sebelumnya masih didominasi oleh ekspor migas. Pergeseran ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor, sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspot non migas. Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,88% dari total nilai ekspor Indonesia, sementara pada tahun 1999 peran nilai ekspor non migas tersebut sedikit menurun, menjadi 79,88% atau nilainya 38.873,2 juta US$ (turun 5,13%). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang melanda indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Tahun 2000 terjadi peningkatan ekspor yang pesat, baik untuk total maupun tanpa migas, yaitu menjadi 62.124,0 juta US$ (27,66) untuk total ekspor dan 47.757,4 juta US$ (22,85%) untuk non migas. Namun peningkatan tersebut tidak berlanjut ditahun berikutnya. Pada tahun 2001 total ekspor hanya sebesar 56.320,9 juta US$ (menurun 9,34%), demikian juga untuk eskpor non migas yang menurun 8,53%. Di tahun 2003 ekspor mengalami peningkatan menjadi 61.058,2 juta US$ atau naik 6,82% banding eskpor tahun 2002 yang sebesar 57.158,8 juta US$. Hal yang sama terjadi pada ekspor non migas yang naik 5,24% menjadi 47.406,8 juta US$. Tahun 2004 ekspor kembali mengalami peningkatan menjadi 71.584,6 juta US$ (naik 17,24%).Demikian juga ekspor non migas naik 18,0% menjadi 55.939,3 juta US$. Pada tahun 2006 nilai ekspor menembus angka 100 juta US$ menjadi 100.798,6 juta US$ atau naik 17,67%, begitu juga dengan ekspor non migas yang naik 19,81% dibandingkan tahun 2005 menjadi 79.589,1 juta US$.Selama lima tahun terakhir, nilai impor Indonesia menunjukkan trend meningkat rata-rata sebesar 45.826,1 juta US$ per tahun. Pada tahun 2006, total impor tercatat sebesar 61.065,5 juta US$ atau meningkat sebesar 3.364,6 juta US$ (5,83%) dibandingkan tahun 2005. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya impor migas sebesar 1.505,2 juta US$ (8,62%) menjadi 18.962,9 juta US$ dan non migas sebesar 1.859,4 juta US$ (4,62%) menjadi 42.102,6 juta US$. Pada periode yang sama, peningkatan impor terbesar 54,15% dan non migas sebesar 39,51%.
Dilihat dari kontribusinya, rata-rata peranan impor migas terhadap total impor selama lima tahun terakhir mencapai 26,15% dan non migas sebesar 73.85% per tahun. Dibandingkan tahun sebelumnya, peranan impor migas meningkat dari 30,26% menjadi 31,05% di tahun 2006. Sedangkan peranan impor non migas menurun dari 69,74% menjadi 68,95%
2.
Kondisi Ekspor Indonesia Dewasa
Ini
Pengutamaan Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai 118,43 juta US$ atau meningkat 26,92% dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor non migas mencapai 92,26 juta US$ atau meningkat 21,63%. Sementara itu menurut sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada periode tersebut meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan 21,57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan kontribusi 58,8% terhadap total ekspor non migas. Kesepuluh golongan tersebut adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan, kayu dan barang dari kayu, serta timah. Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80% terhadap total ekspor non migas. Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71% terhadap periode yang sama tahun 2007. Sementara itu, peranan ekspor non migas di luar 10 golongan barang pada Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20%. Jepang pun masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$11,80 juta (12,80%), diikuti Amerika Serikat dengan nilai 10,67 juta US$ (11,57%), dan Singapura dengan nilai 8,67 juta US$ (9,40%).
Pengutamaan Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai 118,43 juta US$ atau meningkat 26,92% dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor non migas mencapai 92,26 juta US$ atau meningkat 21,63%. Sementara itu menurut sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada periode tersebut meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan 21,57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan kontribusi 58,8% terhadap total ekspor non migas. Kesepuluh golongan tersebut adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan, kayu dan barang dari kayu, serta timah. Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80% terhadap total ekspor non migas. Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71% terhadap periode yang sama tahun 2007. Sementara itu, peranan ekspor non migas di luar 10 golongan barang pada Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20%. Jepang pun masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$11,80 juta (12,80%), diikuti Amerika Serikat dengan nilai 10,67 juta US$ (11,57%), dan Singapura dengan nilai 8,67 juta US$ (9,40%).
Peranan dan perkembangan ekspor
non migas Indonesia menurut sektor untuk periode Januari-Oktober tahun 2008
dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada. Ekspor produk pertanian, produk
industri serta produk pertambangan dan lainnya masing-masing meningkat 34,65%,
21,04%, dan 21,57%.
Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor
keseluruhan Januari-Oktober 2008, kontribusi ekspor produk industri adalah
sebesar 64,13%, sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar
3,31%, dan kontribusi ekspor produk pertambangan adalah sebesar 10,46%,
sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 22,10%. Kendati secara
keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak dipungkiri
semenjak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor Indonesia semakin
menurun. Sebut saja saat ekspor per September yang sempat mengalami penurunan
2,15% atau menjadi 12,23 juta US$ bila dibandingkan dengan Agustus 2008. Namun,
secara year on year mengalami kenaikan sebesar 28,53%.
3. Kondisi Impor Indonesia Dewasa Ini
Keadaan impor di Indonesia tak selamanya dinilai bagus, sebab menurut golongan penggunaan barang, peranan impor untuk barang konsumsi dan bahan baku/penolong selama Oktober 2008 mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya yaitu masing-masing dari 6,77% dan 75,65% menjadi 5,99% dan 74,89%. Sedangkan peranan impor barang modal meningkat dari 17,58% menjadi 19,12%. Sedangkan dilihat dari peranannya terhadap total impor non migas Indonesia selama Januari-Oktober 2008, mesin per pesawat mekanik memberikan peranan terbesar yaitu 17,99%, diikuti mesin dan peralatan listrik sebesar 15,15%, besi dan baja sebesar 8,80%, kendaraan dan bagiannya sebesar 5,98%, bahan kimia organik sebesar 5,54%, plastik dan barang dari plastik sebesar 4,16%, dan barang dari besi dan baja sebesar 3,27%. Selain itu, tiga golongan barang berikut diimpor dengan peranan di bawah tiga% yaitu pupuk sebesar 2,43%, serealia sebesar 2,39%, dan kapas sebesar 1,98%. Peranan impor sepuluh golongan barang utama mencapai 67,70% dari total impor non migas dan 50,76% dari total impor keseluruhan.
3. Kondisi Impor Indonesia Dewasa Ini
Keadaan impor di Indonesia tak selamanya dinilai bagus, sebab menurut golongan penggunaan barang, peranan impor untuk barang konsumsi dan bahan baku/penolong selama Oktober 2008 mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya yaitu masing-masing dari 6,77% dan 75,65% menjadi 5,99% dan 74,89%. Sedangkan peranan impor barang modal meningkat dari 17,58% menjadi 19,12%. Sedangkan dilihat dari peranannya terhadap total impor non migas Indonesia selama Januari-Oktober 2008, mesin per pesawat mekanik memberikan peranan terbesar yaitu 17,99%, diikuti mesin dan peralatan listrik sebesar 15,15%, besi dan baja sebesar 8,80%, kendaraan dan bagiannya sebesar 5,98%, bahan kimia organik sebesar 5,54%, plastik dan barang dari plastik sebesar 4,16%, dan barang dari besi dan baja sebesar 3,27%. Selain itu, tiga golongan barang berikut diimpor dengan peranan di bawah tiga% yaitu pupuk sebesar 2,43%, serealia sebesar 2,39%, dan kapas sebesar 1,98%. Peranan impor sepuluh golongan barang utama mencapai 67,70% dari total impor non migas dan 50,76% dari total impor keseluruhan.
Data terakhir menunjukkan bahwa
selama Oktober 2008 nilai impor non migas Kawasan Berikat (KB/kawasan bebas
bea) adalah sebesar 1,78 juta US$. Angka tersebut mengalami defisit sebesar
US$9,3 juta atau 0,52% dibanding September 2008. Sementara itu, dari total
nilai impor non migas Indonesia selama periode tersebut sebesar 64,62 juta US$
atau 76,85% berasal dari 12 negara utama, yaitu China sebesar 12,86 juta US$
atau 15,30%, diikuti Jepang sebesar 12,13 juta US$ (14,43%).
Berikutnya Singapura berperan 11,29%, Amerika Serikat (7,93%), Thailand
(6,51%), Korea Selatan (4,97%), Malaysia (4,05%), Australia (4,03%), Jerman
(3,19%), Taiwan (2,83%), Prancis (1,22%), dan Inggris (1,10%). Sedangkan impor
Indonesia dari ASEAN mencapai 23,22% dan dari Uni Eropa 10,37%. Dimana pada saat itu volume ekspor di negara-negara industri tahun 1982
meningkat mencapai laju pertumbuhan sebesar 9,9% .Dalam tahun
1984 kemudian menurun menjadi 2,5% dan dalam tahun
1987. Perkembangan volume impor menunjukkan trend yang sama dengan penurunan sebesar
0,6% , dalam tahun 1982
kenaikan menjadi sebesar 12,6%
dalam tahun 1984 dan 3,5% dalam tahun 1987. Laju pertumbuhan volume ekspor di negara-negara
berkembang yang tidak termasuk negara pengekspor
minyak bumi meningkat pesat dari 1,2%
pada tahun 1982 mencapai 11,5% dalam pada tahun 1984kemudian merosot se-lama tahun 1985 dan
kemudian naik lagi menjadi 8,9% dalam tahun 1987. Volume ekspor negara-negara
pengekspor minyak bumi mengalami kemerosotan sebesar 16,2% dalam tahun 1982,
5,7% selama tahun 1985 dan 2,1% dalam tahun 1987. Volume impor negara-negara
berkembang bukan pengekspor minyak bumi menurun dengan 5,1% dalam tahun 1982,
tetapi kemudian cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 5,9% dalam
tahun 1987. Sebaliknya impor negara-negara pengekspor minyak bumi sejak tahun
1982 terus mengalami kemunduran mencapai laju penurunan sebesar 12,0% pada
tahun 1987.Krisis Moneter
pada tahun 1997-1998 telah mendorong peningkatan ekspor secara dramatis dari
0,8 juta ton tahun 1997 menjadi 4,4 juta ton tahun 1998 karena konsumsi
domestik yang turun 30%. Bahkan tahun berikutnya meningkat lebih dari 2 X lipat
menjadi 9 juta. Angka ekspor tertinggi tercapai pada tahun 2001 sejumlah 9,5
juta ton, menjadikan Indonesia pengekspor terbesar kedua di dunia sesudah
Thailand. Pada tahun 1986 Industri kayu olahan
untuk pasar ekspor mulai dikembangkan oleh perusahaan di Indonesia sesuai
dengan kebijaksanaan Pemerintah yang melarang ekspor kayu bulat dan hanya
mengizinkan ekspor kayu gergaji maupun kayu olahan lainnya, seperti
"furniture, laminating board, wood panel" dan lain sebagianya. Pengembangan
industri mebel dapat dilihat dari nilai ekspor barang jadi kayu yang pada tahun
1986 berjumlah US $ 99 juta dan pada setiap tahun berikut baik menjadi US $ 527
juta pada tahun 1997.
Konsumen kayu gergajian dalam
negeri yang terbesar adalah sektor perumahan dan sektor kostruksi. Kemudian
sejak 1986 industri hilir baru mulai didirikan, misalnya industri perabot rumah
dari kayu "moulding dan laminating" dsb. Konsumsi kayu olahan dalam
negeri lebih besar dibandingkan dengan produk kayu yang diekspor, meskipun ekspor produk kayu olahan sangat
potensial untuk dikembangkan.
Permintaan di luar negeri atas
perabot rumah tangga maupun barang komponen dari kayu, cukup mantap dan
meningkat dari tahun ke tahun. Pada periode krisis ekonomi yang melanda Indonesia masa kini,
peningkatan ekspor barang-barang dengan nilai tambah tinggi adalah salah satu
langkah untuk mengatasi krisis. Industri kayu olahan yang padat tenaga kerja
dapat menciptakan peluang kerja dan dapat pula menahan daya beli (konsumsi) di
daerah di mana perusahaan ekspor tersebut berada.
Subsektor industri kayu olahan yang memproduksi perabot
maupun komponen kayu untuk pasar ekspor mempunyai prospek bisnis yang sangat
baik, karena bahan baku, tenaga kerja maupun sebagian besar dari faktor
produksi lain berasal dari dalam negeri.Hampir seluruh hasil produksi barang
ekspor dari industri kayu tersebut dikirim ke para pembeli di luar negeri dari
pelabuan-pelabuhan di kota besar pulau Jawa, yaitu dari Jakarta, Cirebon,
Semarang dan Surabaya. Sasaran utama pasar domestik produk kayu olahan tersebut
adalah rumah tangga serta perusahaan dan lembaga di pulau Jawa. Sebagian besar dari perusahaan yang
bergerak di subsektor kayu olahan adalah perusahaan skala
kecil dan menengah. Sekitar 80 % dari perusahaan tersebut berada di pulau Jawa
bagian utara, karena tenaga kerja tersedia dengan jumlah besar dan biaya upah
memadai. Oleh karena kapasitas produksi terbatas dan peluang pasar lebih besar
dari kapasitas produksinya, produsen barang jadi kayu olahan skala UM/UB yang
mengekspor produksinya, sudah lama bekerjasama dengan kelompok-kelompok
pengarajin kayu.
Sejak pemerintah meluncurkan
Program Kemitraan antara usaha menengah atau besar dengan usaha kecil, peluang
untuk menciptakan proyek kemitraan terpadu antara kedua pihak menjadi fokus
instansi pemerintah maupun dunia usaha industri kayu olahan. Yang masih menjadi kendala,
industri kayu di Indonesia masih mengandalkan mesin impor dari berbagai negara,
terutama Jepang, Taiwan, China, Malaysia, Jerman, dan Italia, karena industri
mesin pengolahan kayu di Indonesia masih lemah. Meski
demikian, Indonesia memiliki prospek pengembangan industri kayu terutama mebel yang sangat besar,
setelah Cina dan Vietnam. Diperkirakan setelah "booming" permintaan
mebel dari Cina dan sekarang beralih ke Vietnam, maka selanjutnya Indonesia
yang menjadi negara produsen mebel yang besar.
Untuk itu, Indonesia harus
mengelola hutannya dengan baik dengan prinsip kelestarian lingkungan dan
kesinambungan, mengingat negara tujuan ekspor seperti Uni Eropa
dan Amerika Serikat, konsumennya sangat memperhatikan pengelolaan hutan
lestari.
Pernyataan diatas menunjukkan bahwa perkembangan ekspor impor dari
tahun 1990-2011 dimana impor semen melonjak dari 17.000 ton dan tahun 2004 menjadi 1,1 juta tahun
2005 dan terus meningkat menjadi 1,6 juta tahun 2010, dan menurun menjadi
kurang dari 1 juta pada 2011. Jumlah impor kan mendekati nil setelah Semen
Lafarge Indonesia (d/h PT Semen Andalas Indonesia) beroperasi penuh pada tahun
2012 ini.
Bulan Januari 2012 nilai impor DKI
Jakarta mencapai 7.700,23 juta dollar Amerika, meningkat 16,36 persen dibanding
periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 6.617,73 juta dollar
Amerika. Berdasarkan golongan penggunaan barang atau Broad Economic Category,
nilai impor Januari 2012 mengalami peningkatan dibandingkan Januari 2011 untuk
semua golongan penggunaan barang, untuk barang konsumsi mengalami peningkatan
sebesar 10,38 persen, nilai impor bahan baku dan penolong meningkat sebesar
6,94 persen, dan nilai impor barang modal meningkat sebesar 44,18 persen.
4. Kegiatan pertukaran barang dan
jasa antara Indonesia dan luar negeri
Secara umum pertukaran barang dan
jasa antara satu negara dengan negara lain dilakukan dalam bentuk kerjasama yang di bagi menjadi 3 antara lain:
1. Kerjasama Bilateral
kerjasama bilateral adalah
kerjasama yang dilakukan oleh kedua negara dalam pertukaran
barangdan jasa.
2. Kerjasama regional
kerjasama regional adalah kerjasama
yang dilakukan dua negara atau lebih yang berada dalam satu kawasan atau
wilayah tertentu.
3. Kerjasama multilateral
4. Kegiatan pertukaran barang dan jasa antara Indonesia dan luar negeri
kerjasama multilateral adalah
kerjasama yang dilakukan oleh lebih dua negara yang dilakukan dari seluruh
dunia.
5.
Manfaat kegiatan ekspor dan impor
Antara lain yaitu;
• Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
• Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
• Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
• Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
• Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
• Transfer teknologi modern
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
Selain diatas
manfaat ekspor impor juga bisa berupa:
1.
Dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat.
2.
Pendapatan
negara akan bertambah karena adanya devisa.
3.
Meningkatkan
perekonomian rakyat.
4.
Mendorong
berkembangnya kegiatan industry
6. Faktor Pendorong
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan ekspor impor antar negara,
di antaranya sebagai berikut :
• Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
• Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
• Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
• Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
• Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
• Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
• Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
• Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
• Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
• Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
• Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
• Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
• Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.
7. Problema Ekspor
Barang-barang yang diperdagangkan ke luar negeri atau di ekspor terdiri dari bermacam-macam jenis hasil bumi disamping hasil tambang dan hasil laut dan lainnya. Kita mengetahui bahwa masalah ekspor itu bukanlah persoalan yang berdiri sendiri, tetapi hanyalah sebagai ujung dari suatu kegiatan ekonomi yang menyangkut bidang yang amat luas, atau paling banyak dapat dikatakan hanya sebagai salah satu dari satu mata rantai akitifitas perekonomian pada umumnya.
Hasil bumi misalnya sebagian dihasilkan oleh perkebunan-perkebunan milik pemerintah maupun swasta, sedangkan sebagian lagi oleh petani-petani kecil yang bertebaran diseluruh tanah air. Bahkan hasil-hasil itu masih bertebaran di hutan. Akan tetapi semuanya itu tidak akan menjelma menjadi devisa nyata kalau tidak diusahakan. Hasil-hasil itu setidak-tidaknya harus dikumpulkan lebih dulu sedikit demi sedikit dari tempat kecil yang terpencil di pedalaman. Dari situ harus diangkut ke kota dan kemudian dalam umlah yang agak banyak baru diagkut ke pelabuhan yang terdekat.
Sampai pada taraf itu Indonesia sudah dihadapkan pada masalah-masalah tertentu, yaitu :
A. Masalah pengumpulan dan masalah angkutan darat
Masalah pengumpulan merupakan persoalan tersendiri, bagaimana caranya mengumpulkan barang itu dari tempat-tempat kecil dan dari produsen yang tersebar itu. Bidang prasarana ekonomi inonesia memang tidak sempurna, sehingga dalam banyak hal menjadi hambatan dalam usaha ke arah perbaikan dalam bidang-bidang lain.
B. Masalah pembiayaan Rupiah ( Rupiah Financing)
Persoalan pembiayaan ini merupakan pesoalan yang penting pula, apakah keuangan sendiri dari setiap pengusaha cukup kuat untuk membiayainya, ataukah tidak perlu bantuan dari bank-bank pemerintah atau badan-badan keuangan lainnya. Kalau demikian halnya sampai sejauh mana pemerintah dapat memberikan bantuan dalam pemecahan persoalan pembiayaan rupiah ini.
Barang ekspor kita sebagian dihasilkan oleh produsen kecil ataupun hanya dipungut dari hutan-hutan, laut dan sungai. Produsen atau pengumpul pertama itu mempunyai tingkat pengetahuan dan cara pengolahan yang tidak sama, sehingga barang yang dihasilkan belum mempunyai mutu yang seragam, bahkan mungkin sekali belum dilakukan pengolahan sama sekali. Barang masih sedemikian itu sudah tentu belum dapat diperdagangkan ke luar negeri, tetapi masih perlu di olah lebih dahulu.
C. Masalah sortasi dan Up-grading (sorting & up-grading)
Baik di desa maupun di kota-kota pelabuhan barang-barang yang sudah terkumpul harus disimpan dengan baik dan dimasukkan di dalam karung ataupun peti yang kuat sehingga terhindar dari kemungkinan kerusakan selama dalam penyimpanan atau selama dalam perjalanan. Jadi dalam hal inipun tidak dapat diabaikan persoalan.
8. Posedur Ekspor Impor di Indonesia
Dalam era perdagangan global sekarang ini arus barang masuk dan keluar
sangatlah cepat. Untuk memperlancar urusan bisnisnya, para pengusaha dituntut
untuk memiliki pengetahuan yang cukup mengenai prosedur ekspor dan impor, baik
dari kepabeanan, shipping maupun perbankan, yang semuanya ini saling berkaitan
dan selama ini sering terjadi permasalahan dilapangan. Pemahaman Prosedur
Kepabeanan dan Pembayaran Internasional dalam Transaksi Ekspor-Impor sangat
penting untuk kesuksesan perdangangan
ekspor dan impor.
* Cara Ekspor
antara lain adalah:
I. Ekspor Biasa
Dalam hal ini barang di kirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku, yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah diadakan dengan importir di luar negeri. Sesuai dengan perturan devisa yang berlaku maka hasil devisa yang di peroleh dari ekspor ini dapat di jual kepada Bank Indonesia, sedangkan eksportir menerima pemabayaran dalam mata uang rupiah sesuai dengan penatapan nilai kurs valuta asing yang ditentukan dalam bursa valuta, atau juga dapat dipakai sendiri oleh eksportir.
Dalam hal ini barang di kirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku, yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah diadakan dengan importir di luar negeri. Sesuai dengan perturan devisa yang berlaku maka hasil devisa yang di peroleh dari ekspor ini dapat di jual kepada Bank Indonesia, sedangkan eksportir menerima pemabayaran dalam mata uang rupiah sesuai dengan penatapan nilai kurs valuta asing yang ditentukan dalam bursa valuta, atau juga dapat dipakai sendiri oleh eksportir.
II. Barter
Barter adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang, tidak menerima pembayaran di dalam mata uang rupiah. Kalau kiata mempelajari sejarah masyarakat primitif ataupun masyarkat suku terasing, maka kebanyakan cara yang mereka tempuh dalam memenuhi kebutuhannya adalah dengan cara “tukar menukar” apa yang dipunyai (diproduksinya) dengan barang apa yang di miliki tetangganya.
III. Konsinyasi (Consignment)
Adalah pengiriman barang ke luar negeri untuk di jual sedangkan hasil penjualannya diperlakukan sama dengan hasil ekspor biasa. Jadi, dalam hal ini barang di kirim ke luar negeri bukan untuk ditukarkan dengan barang lain seperti dalam hal barter, dan juga bukan untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah dilakukan eperti dalam hal ekspor biasa. Tegasnya di dalam pengiriman barang sebagai barang konsinyasi belum ada pembeli yang tertentu diluar negeri.
IV. Package-Deal
Dalam rangka memperluas pasaran hasil bumi Indonesia terutama dengan negara sosialis, pemerintah adakalanya mengadakan perjanjian perdagangan (trade agreement) dengan salah satu negara pada perjanjian ditetapkan sejumlah barang tertentu akan diekspor ke negara itu dan sebaliknya dan dari negara itu akan diimpor sejumlah jenis barang yang dihasilkan dari negara tersebut dan yang kiranya kita butuhkan. Pada prinsipnya semacam barter, namun terdiri dari aneka komoditi.
V. Penyelundupan (smuggling)
Di negara manapun hampir selalu ada, baik perorangan maupun badan-badan usaha yang hanya memikirkan kepentingan dan keuntungan diri sendiri tanpa mengindahkan peraturan yang berlaku. Ada saja dalam perdagangan luar negeri golongan yang berusaha lolos dari peraturan pemerintah yang dianggapnya merugikan kepentingannya.
* Cara Impor antara lain:
Persyaratan Impor
- Kedatangan Barang Impor
- Pembongkaran & Penimbunan
- Di kawasan pabean / tempat penimbunan sementara
- Di tempat lain
Pungutan Negara dalam Rangka Impor
a.
Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk
(NDPBM)
b.
Surat Setoran Pabean Cukai &
Pajak (SSPCP)
c.
Cara perhitungan
- § Bea Masuk
- § Cukai
- § PPN & PPnBM
- § PPH psl 22
d.
Tata Cara Pembayaran BM, Cukai,
PPN, PPnBM dan PPH psl 22
Pengeluaran Barang Impor
a. Pengisian PIB
b. Prosedur Manual
c. Prosedur Disket
d. Prosedur EDI
BAB III
Penutup
1. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijabarkan di atas bisa disimpulkan bahwa kondisi ekspor dan impor indonesia belum bisa memuaskan disebabkan karena dalam barang non migas indonesia lebih banyak mengimpor daripada mengekspor, bisa dilihat dari data yang telah disajikan. Selain itu, dari sisi ekspor bisa dijelaskan sebagai berikut, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
Penutup
1. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijabarkan di atas bisa disimpulkan bahwa kondisi ekspor dan impor indonesia belum bisa memuaskan disebabkan karena dalam barang non migas indonesia lebih banyak mengimpor daripada mengekspor, bisa dilihat dari data yang telah disajikan. Selain itu, dari sisi ekspor bisa dijelaskan sebagai berikut, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
2. Saran
1. Komoditi ekspor Indonesia seharusnya bukanlah barang baku, sebaiknya indonesia mengolah bahan-bahan tersebut menjadi bahan jadi dan siap dipakai.
2. Penting bagi kita untuk menentukan pasar dan calon pembeli untuk memasarkan barang-barang ekspor.
3. Membuat industri barang-barang yang diimpor dari negara lain didalam negeri sehingga Indonesia bisa memenuhi komoditi-komoditi yang sebelumnya yang diimpor.
DAFTAR PUSTAKA
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6732
http://www.jakarta.go.id/web/news/2012/03/ekspor-dan-impor-dki-jakarta-bulan-maret-2012
http://prambonjaya.blogspot.com/
Amir MS.1986.ekspor impor. Jakarta: PPM.
BPS.2006.data perdagangan internasional indonesia tahun 1980-2006. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
Boediono, DR. 1983. Ekonomi Internasional. Jogjakarta. BPFE UGM
BPS.2006.data perdagangan internasional indonesia tahun 1980-2006. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
Boediono, DR. 1983. Ekonomi Internasional. Jogjakarta. BPFE UGM